SELAMAT HARI PAHLAWAN
Oleh: Sahabat Muhamad Tauvikur Rohman
(Kabid. Kajian Wacana)
10 November 2017. Hari ini bangsa Indonesia memperingati
"special day" untuk mengenang para pahlawan kemerdekaan, baik yang
sudah gugur maupun yang masih hidup. Tapi hemat saya mengatakan bahwa mereka (pahlawan
Indonesia) semua masih hidup sampai saat ini, jika yang sudah tak bersama
jasadnya, mereka hidup dalam bentuk semangat heroik yang sekarang diwarisi para
generasi milenia "zaman now".
Sedikit sejarah tak terbukukan yang saya dapatkan dari beberapa
sumber termasuk dosen saya bernama Pak Musta'in, ketika beliau mengisi
perkuliahan pada tanggal 23 oktober 2017. Pak Mus (panggilan akrab beliau) kala
itu menceritakan sejarah diperingatinya hari pahlawan nasional menurut
perspektif santri.
Jika ditinjau dari sejarah memang ada korelasi antara dua hari
spesial yang diperingati bangsa Indonesia, hari santri nasional (22 oktober)
dan hari pahlawan nasional (10 november). Kala itu kejadian bermula pada pagi
hari tanggal 22 oktober 1945, sesudah sholat subuh. Biasanya setelah sholat
subuh santri-santri PONPES Tebu Ireng mengaji kitab kuning bersama Mbah K.H.
Hasyim Asy'ari. Tapi pagi itu ada yg berbeda. Mbah Yai Hasyim setelah berdzikir langsung bertanya
kepada para santrinya, "Hari diproklamasikan kemerdekaan negara kita
tanggal berapa nang ?" karena kemerdekaan baru saja diproklamirkan
beberapa bulan lalu tentu para santri masih ingat betul hari-tanggal-bulannya.
Kemudian seraya mereka menjawab "17 Agustus yai..".
"Belum, kita
belum merdeka.. Kita masih dijajah." saut Mbah Yai sambil menggedor
dampar. Karena Mbah Yai Hasyim mengetahui kembalinya tentara kolonial Belanda
ke Indonesia dengan menamakan diri mereka sebagai NICA (Netherlands Indies
Civil Administration). Lalu beliau (Mbah Yai Hasyim) menceritakan apa yg diketahuinya tersebut kepada para santrinya.
Setelah itu Mbah Yai berkata kepada para santrinya bahwa hari
itu pengajian kitab kuning diliburkan dulu karena ada kewajiban yang mendesak
untuk dikerjakan, yaitu melawan para penjajah (Jihad). Beliau mengatakan, bahwa
setiap individu muslim baik laki-laki, perempuan, tua, muda, bersenjata maupun
tidak, yang berda di dalam jarak lingkaran 94 kilometer dari tempat kedudukan
musuh, wajib (Fardlu 'ain) bagi mereka untuk ikut berjihad. Kemudian mbah Yai
Hasyim menyuruh para santrinya pergi ke belakang pondok untuk menebang bambu yang
kemudian dijadikan senjata (sekarang dikenal dengan nama bambu runcing) dan
mempersiapkan segala keperluan berjihad.
Seruan Jihad yang dikobarkan oleh Mbah Yai
Hasyim itu membakar semangat para santri arek-arek Surabaya untuk menyerang
markas Brigade 49 Mahratta pimpinan Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern
Mallaby. Pertempuran meledak pada tanggal 27 sampai 29 Oktober 1945, menewaskan
Jenderal Mallaby. Ia tewas bersama dengan lebih dari 2.000 pasukan Inggris saat
itu.
Peristiwa tersebut membuat angkatan perang
Inggris murka, hingga berujung pada peristiwa 10 November 1945, peristiwa
sejarah perang antara pihak tentara Indonesia yang dipimpin langsung oleh Bung
Tomo melawan milisi Inggris. Pertempuran ini berlangsung selama tiga minggu
dengan menewaskan setidaknya 6,000 - 16,000 pejuang dari pihak
Indonesia dan 600-2000 dari pihak tentara Inggris.
Untuk mengenang dan menghargai jasa para pejuang Indonesia
yang telah mengorbankan jiwa raga mereka demi mempertahankan kemerdekaan
Indonesia, maka setiap tanggal 22 oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional dan setiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Bagi saya sendiri, sebagai generasi muda pengemban cita-cita
kemerdekaan Indonesia. Saya memaknai peringatan Hari Pahlawan sebagai momentum
refleksi diri untuk membangun kesadaran berbangsa dan bernegara yang membuahkan
dampak positif berupa rasa cinta kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti
halnya para pahlawan pejuang kemerdekaan, dan insyaf betul akan tanggung jawab
pemuda untuk senantiasa berusaha mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia
seperti yang termaktub di dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Comments
Post a Comment