KREDO ABU NAWAS UNTUK MEMBUJUK TUHAN

Sosok Abu Nawas




 AMPUNAN 


Tuhan

jika dosaku

jauh lebih besar

Sungguh aku tahu

Ampunan-Mu 

jauh lebih besar

Jika hanya

orang-orang baik

yang berseru kepada-Mu

Lantas kepada siapa

seorang pendosa harus mengadu?


Kitab Diwan Abu Nawas


Puisi di atas adalah karya milik Abu Nawas. Ia seorang pujangga besar bangsa Persia. Menurut pendapat orang masyhur, sebelum belajar menulis syair, saat itu Abu Nawas pergi mengelana dan mempelajari kaidah-kaidah bahasa Arab langsung dari perkampungan orang-orang Badui bersyair yang hidup di gurun tandus. Sebelum dikenal sebagai seorang pujangga, ahli hukum dan sufi, dahulu Abu Nawas dikenal seorang pemabuk berat, tukang omong dan sangat menggilai anggur dan perempuan. Kehidupan buruknya itu bisa dilacak dari karya-karya awalnya yang cenderung bersikap amoral, lucah dan bohemian. Itu bisa dibaca dari sajak-sajaknya yang erotis, rata-rata berkisah tentang anggur, perburuan dan seks. Di Timur Tengah, kadang-kadang masih ditemukan cetakan puisi stensilan milik Abu Nawas walaupun itu sempat dilarang beredar dan orang yang memilikinya harus membacanya dengan hati-hati. Titik balik kepengarangan Abu Nawas bermula saat satu hari ia mendapat kecaman dan ancaman dari publik, setelah ia berani menulis puisi untuk Khalifah Bani Nadir yang dianggap menantang dan mengejek Dinasti Abbasiyyah pada waktu itu. Kemudian dengan melemparkan tuduhan dan bukti, Khalifah Bani Nadir berhasil menangkap dan meringkus Abu Nawas ke dalam penjara. Orang masyhur bilang, dari sinilah mulai muncul puisi Abu Nawas yang tampak beralih religius dan matang, ia tak lagi menjadikan fantasi orang mabuk dan keagungan wanita sebagai simbol puisinya. Di penjara khalifah, puisi-puisinya dianggap berubah sentimentil dan seperti mengajak pembaca untuk menyentuh kearifan Tuhan.


Sekumpulan sajak-sajak yang ia tulis  itu berhasil dicetak dan diberi judul Diwan Abu Nawas. Guruku di pesantren pernah menceritakan kitab itu, yang katanya berisi cerita-cerita lucu pujangga Persia, cara-caranya mengelabui tipu daya, dan album yang berisi sajak-sajaknya yang paling populer. Kitab itu, daripada kitab-kitab babon yang dipelajari di berbagai pesantren, ukurannya lebih tipis, ia memperagakan dengan tangan, antara jempol dan telunjuk, yang jarak perhitungannya tidak sampai 10 cm. Guruku mendapat kitab itu dari los pertokoan Sunan Ampel, Surabaya. Ada deretan toko-toko kitab sebelum mencapai gerbang makam, orang-orang menyebut kawasan itu Kampung Arab, yang memang dihuni oleh keturunan Timur Tengah dan hampir seluruhnya penghuni kampung itu berdagang kitab, minyak wangi, karpet, toko busana dan alat-alat ibadah. Kitab kumpulan karya Abu Nawas itu terbitan Beirut, DKI, cetakan negara Lebanon, yang biasanya harganya lebih mahal dari cetakan kitab-kitab penerbit lainnya. Semasa hidupnya, Abu Nawas dikenal sebagai seorang pujangga, penasihat khusus khalifah, dan pemuka agama yang dikagumi. Ia pernah akan menjadi kadi menggantikan ayahnya, namun sebab ia tidak menyukai pekerjaan itu, Abu Nawas lalu berpura-pura menjadi gila dengan berlarian di lorong-lorong permukiman mengenakan pelapah pisang yang ia peragakan seperti menaiki kuda kerajaan, dan meracau kepada semua orang bahwa ia akan pergi berperang. Sama seperti sufi asal Armenia--Nashruddin Hoja, kedua sufi ini memang sering berlaku lucu dan mampu menyelesaikan masalah dan pertanyaan dengan jawaban yang mudah diterima dan jenaka. Karena banyak latar belakang cerita yang memiliki kesamaan, sebagian orang kadang tidak bisa membedakan yang mana cerita versi Abu Nawas dan yang mana cerita versi Nashruddin Hoja, sebagian malah menyebut mereka tokoh yang sama, dan di beberapa negara, seperti Turki, Azerbaijan dan Uni Soviet kala itu, muncul parodi dan klaim bahwa dua tokoh sufi itu milik mereka, dan menganggap mereka sebagai warisan kebudayaan. Penyair Abu Nawas wafat di Baghdad. Sedangkan syair berjudul Ampunan di atas adalah syair yang ditulis Abu Nawas beberapa saat sebelum ia meninggal, ia lalu menyembunyikan kertas berisi syairnya itu di bawah bantal, sebelum anggota keluarganya menemukannya dan mulai mengumpulkan karya-karyanya yang lain. Di mata beberapa sastrawan, karya-karya Abu Nawas dianggap seperti berlian, dan Abu Nawas adalah seorang pujangga besar Persia yang karya-karyanya sangat dikagumi sastrawan Omar Khayyam dan Hafiz.




Penulis


(Agil Faturohman)

Comments

Popular posts from this blog

SASTRA FEMINIS, PEREMPUAN, DAN PERLAWANAN YANG TAK PERNAH PADAM.

PENGARUH CERITA RAKYAT DALAM PEMBENTUKAN NAMA BLORA