NAZI, PERANG DAN DERITA YANG TANPA AKHIR

Barisan tentara Jerman yang menyerah dan ditawan Tentara Merah Uni Soviet

 

( Fragmen saat Hitler kalah perang, dan parade tawanan tentara Jerman di Moskow membuat orang percaya rombongan Fasis segera berakhir) 


Nazi mengawali penyerbuan kejut di Polandia, pada tahun 1939. Serangan cepat itu, yang agaknya pihak Sekutu ingin agar penyerbuan apapun seharusnya ditunda karena masalah krisis, tanpa peduli tetap dilakukan Hitler dengan angkatan perangnya, dan rombongan fasis mereka. Hitler mengirim Rommel di Afrika, dan menghancurkan infantri Inggris di sana. Sementara negara-negara kecil di sekitar mereka: Belanda, Belgia dan Ceko, pun tidak luput dengan pendudukan Jerman. Perancis juga dikuasai, yang membuat negara besar itu dibelah dan banyak jenderal-jenderalnya mengungsi dan membuat pemerintahan darurat di London. Sementara Nazi semakin tidak terkendali, mereka menangkap keturunan Yahudi, saksi-saksi Jehová, kaum Gipsi, golongan Homoseks, dan para penentang politik. Untuk dibunuh.


Uni Soviet, setelah orang mengira jika Hitler dan Stalin kawan akur, juga tidak ketinggalan untuk diserang. Nazi membelah daratan, mengirim lebih dari 3 juta tentara, puluhan ribu alat tempur, dan membunuh jutaan rakyat Soviet. Operasi Barbarossa akan selalu dikenang rakyat Uni Soviet sebagai pertempuran paling lancung dan heroik, setiap saat amukan howitzer dan mortir terdengar, kadang-kadang menghantam bangunan dan membunuh segala yang ada di dalam. Pergerakan tentara Jerman dengan taktik loncat kodoknya tidak mampu dibendung Tentara Merah. Dalam sekejap, rumah-rumah dibakar, penduduk berlarian dan mengungsi ke bagian Timur, dan para pemuda-pemudi yang terkena percikan api nasionalisme berbondong-bondong mendaftar menjadi tentara. Kemudian, kita akan mengenal sniper seperti Pavlichenko, dan Vasily Zaytsev, yang masa kecilnya dihabiskan bersama kakeknya di hutan dingin Siberia itu, ketika perang pecah, ia menembak puluhan kepala perwira Jerman, membuat namanya harum dari kota ke kota, dan rakyat Uni Soviet selalu mengenang namanya.


Stalin mempertaruhkan pertempuran itu, ia telah kehilangan banyak hal di peperangan awal, tank-tank-nya kalah saing, dan pesawat-pesawat mereka tidak bisa mencegah keganasan Luftwaffe. Daratan mereka bahkan sudah dicaplok sedemikian jauhnya, agaknya orang Jerman mempunyai angan jika mereka akan merebut Moskow sebelum Natal tiba.

Hitler berdebat dengan para tangan kanannya, ia membelah tentaranya yang sangat diandalkan itu menjadi dua, satu lurus menatap Moskow, satu lagi belok menuju pangkalan minyak di Kaukasus. Hitler berpikir jika perang besar pastinya membutuhkan bahan bakar yang banyak, dan Jerman selalu kesulitan memiliki itu, tentara-tentara itu berjalan diiringi pertentangan di internal, mereka terus berjalan menemukan sumber minyak yang besar itu, mendaki bukit batu dan sabana yang luas. Sampai akhirnya datanglah musibah yang tidak terbayangkan, membuat Jerman terhenti dan Uni Soviet melakukan serangan balik legendaris itu, yang dimulai dari Stalingrad.


Musim dingin datang dengan begitu menggigit.  Tahun 1941-1942  mempunyai musim dingin yang berbeda ketimbang tahun-tahun sebelumnya, salju begitu ekstrem, yang bahkan para tentara tidak punya kekuatan untuk mengubur bangkai kawan mereka yang belum dikubur, dengan kondisi remuk; buntung tanpa tangan atau tanpa kaki, dan mereka membiarkan tumpukan mayat itu awet membeku. Hitler melupakan Napoleon. Pemimpin bertubuh buntek itu dulu juga dikalahkan oleh musim dingin, meskipun orang akan mengenang bahwa banyak tentaranya meninggal karena tifus. Dan tentara Nazi mengulang kesalahan yang sama. Para petinggi yang sejak awal ngotot ingin merebut Moskow perlahan mundur dengan kekacauan tanpa kendali. Mereka beranggapan jika menduduki sebuah negara harus merebut ibukotanya, itu seperti apa yang mereka lakukan di Perancis, Denmark, dan Belanda. Tetapi simpatisan Stalin membuat perkataan mereka menjadi omong kosong, Tentara Merah memukul tentara Nazi seperti di dongeng-dongeng. Sebagian pemburu di Siberia berperang dengan sepatu saljunya, sniper dengan kejelian matanya, dan infantri menyerbu tidak putus dengan strategi mencapit musuh. Tentara Merah memukul mundur tentara Nazi, bahkan merebut Berlin, identitas kebanggaan rakyat Jerman. dan beberapa tentara muda mereka menaiki gedung Reichstag dan menanam bendera Uni Soviet di langit Jerman. Hitler bahkan bunuh diri di bunker setelah menikahi Eva Braun dan meracuni anjing kesayangannya. Sedangkan Goebels dan istrinya meracuni ke enam anak-anaknya tanpa kasihan, mereka tidak siap melihat Jerman dan Ras Arya itu dipukul.


Para tentara biasa, yang tidak punya pilihan selain menyerah, memilih angkat tangan dan menjadi tawanan. Perang Dunia II sudah selesai, Hitler telah mati. Dan sekarang mereka diarak di Moskow bersama teriakan keparat penduduk yang mempertanyakan di mana hati nurani mereka. Basa-basi soal pengampunan  sudah tidak dibutuhkan lagi. Tentara Nazi kelaparan, dan di ujung puluhan gerbong kereta api sudah dipanasi menuju Siberia. Sebentar lagi, kamp konsentrasi Gulag akan mereka datangi, bersamaan dengan pertanyaan yang membuat kita tidak berhenti berpikir.


"Dan bahkan setelah perang selesai dan pemimpin mereka itu bunuh diri dengan ragu-ragu, mereka tetap harus menanggung semuanya. Menjalankan segalanya tentang apa yang dinamakan hukuman."


Rudolf, Drexler, Werner, atau siapapun nama mereka di barisan arak-arakan pada baris foto itu, harus meminta kepada Tuhan yang Maha Pemurah untuk lahir kembali di milenia abad 21. Sebab semua orang berhak atas dunia yang indah tanpa perang.



Berikut beberapa catatan tentara Jerman yang putus asa dan muak dengan ambisi Hitler.


.....Permadani cerah meriah itu tidak ada lagi kini. Malam musim panas itu sudah lenyap, begitu juga lembah yang semarak. Permadani indah berganti gurun putih tanpa ujung, musim panas tidak pernah kembali lagi, hanya ada musim dingin, dan tidak ada pula hari depan ? setidak-tidaknya untukku dan dengan demikian buatmu juga. Sekian lamanya aku selalu dicekam oleh perasaan yang tidak dapat kujelaskan, tapi hari ini aku tahu bahwa perasaan itu ialah kecemasan tentang engkau dan kedambaan padamu.


Kau saksiku bahwa aku tidak pernah setuju perang ini, sebab aku takut berada di Timur, takut perang pada umumnya. Aku tidak pernah punya jiwa tentara. Aku cuma seorang yang memakai seragam militer. Apa yang kudapatkan dari ini? Apa pula yang diperoleh orang-orang yang setuju perang dan pantang gentar itu? Ya, apa yang kami dapat dari ini? Kami, yang mendapat peran pelengkap penderita, figuran, dalam kegilaan yang menjelma dan menjadi-jadi ini? Hikmah apa yang kita petik dari gugurnya seorang pahlawan? 


* Surat ini diambil dari buku Cinta di Tengah Kengerian Perang, karya Landung Simatupang .



Penulis


Agil Faturohman

Comments

Popular posts from this blog

HUTAN JATI, LINTAH, DAN MUNCULNYA BELANDA BARU

KEJUTAN UNTUK GURU HONORER